Prolog
Cerita
ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi saya, cerita ini berkisahkan tentang
persahabatan saya dengan 4 orang wanita yang sebelumnya tidak pernah saling
mengenal. Dipersahabatan
kami ini kami memiliki 5 macam karakter bahkan lebih yang jelas-jelas berbeda
dan itu susah untuk disatukan dan mungkin itu salah satu penyebab mengapa kita
selalu berdebat disetiap moment. Mia anaknya paling lemot diantar yang lain,
paling gampang dibuat nangis tapi paling sabar dan mudah ngalah juga diem
(diemnya karna ngalah). Elif anaknya paling pinter diantara yang lain tapi suka
ngotot dan selalu menganggap bahwa pendapatnya itu benar, juga ngak bisa ngalah
. Dinda anaknya alim dan selalu menghubungkan segala sesuatu dengan agama,
paling takut salah, gak bisa digangu kalau udah tidur tapi paling enak diajak
cerita. Yusi anknya santai, paling diem
diantara yang lain juga cuek (diemnya gara-gara cuek), dimanapun dan kapanpun
selalu bawa komik dan baca komik. Fahrina anaknya paling tomboi dari yang lain,
super duper jail, gampang sensi, gak sabaran, cerewet tapi pinter nyairin
suasana. Persahabatanpun
terjalin cukup lama dan harmonis hingga suatu saat munculah konflik dalam
persahabatan kami berawal dari masalah kecil akhirnya menjadi sebuah konflik.
Parahnya lagi persahabatan kami hampir retak dikarenakan konflik itu .
5
Sekawan
Aku masih terpaku menatap lekat-lekat sosok mereka.
Emapat orang gadis yang sebaya denganku, yang telah cukup lama menjadi teman
akrabku. Aku pun hampir tidak percaya, bahwa
kita bisa saling mengenal dan berlanjut menjadi seorang sahabat, karena
sebelumnya tak pernah terjalin komunikasi diantara kita. Ya, sahabat. Sosok
yang selalu ada saat kau jatuh hingga kau telah berada di atas angin bahkan
sampai kau terjatuh dan terperosok untuk kedua kalinya. MEDYF, itu merupakan
nama yang kita buat untuk mempermudah menyebutkan identitas kita. Ini semua
berawal dari tugas kelompok bahasa indonesia membuat majalah. Setiap kelompok
berisikan 5-7 orang, dan kita diberi waktu sekitar 3 minggu untuk menyelesaikan
majalah itu. Kita membuat majalah bertemakan tentang pengetahuan umum dengan judul MEDIFTA (media
informasi kita ). Setiap hari kita menyicil untuk menyelesaikan majalah ini dan
hampir setiap hari pula kita berkunjung kerumah salah satu dari kita untuk mengerjakan
majalah ini. Tanpa disadri muncullah kedekatan diantar kita hingga akhirnya
kita bisa saling mengenal dan memahami karakter satu sama lain walaupun
sebelumnya kita tak pernah berkomunikasi. Dari sinilah awal mula persahabatan
kita terbentuk hingga akhirnya muncul
gagasan untuk membuat sebuah kelompok dan muncullah nama MEDYF. Memang nama
kelompok kami hampir sama dengan judul majalah kami itu karena kami memang
terinspirasi dari judul majalah kami. Dikatakan kelompok nakal, kita lebih
pendiam dibanding yang lainnya. Disebut kelompok baik, tidak selalu seperti itu
keadaannya. Selain sebagai teman berbagi cerita seperti sahabat lainnya disini
sahabat memiliki peran tambahan yaitu sebagai teman debat, perdebatan diantara
kita itu sudah wajar adanya justru itu merupakan hal yang harus ada disetiap
perbincangan di antara kita, namun entah karena hal apa kita sanggup selalu
bersama walaupun disetiap perbincangan selalu diselimuti dengan perdebatan.
Mungkin karena kita punya satu orang penengah yang mampu menengahi sagala jenis
perdebatan, dia biasa kita panggil dengan sebutan IME ( ibunya MEDYF ) dan
sosok penengah itu adalah aku.
Sering
sekali terjadi diantara kita dari sebuah perbincangan santai akhirnya berujung
menjadi perdebatan dan berdampak badmute
bagi semua orang. Meskipun kami biasa dikatakan tipe cewek pendiam namun kami masih
memiliki cerita-cerita asmara yang unik walaupun pada ujungnya memunculkan
sedikit masalah diantara kami.
Elif :
“Ime.. aku boleh cerita gak ?”
Fahrina : “
Iya lif mau cerita apa ?”
Mia : “ Aku
ikutan boleh gak ?”
Elif : “ Iya
deh terserah kamu. Kalian tau gak rizki anak 7-E ?”
Fahrina : “
Rizki Istna S. ?” (wajah terkejut)
Elif : “
Iya, kenapa ? kamu kenal sama dia ?”
Mia : “Rizki
sapa se ? anaknya pak kantin itu ya ?”
Elif :
“Bukaan !!”
Fahrina : “ Haduuh
mio kalau gak tau mending diem aja deh. Dia itu temen SD ku. Kamu ada
apa sama dia ?”
Elif : “ Dia
itu keren ya, udah gitaris, tinggi, hitam manis pula.”
Fahrina : “
Lif, jangan bilang..”
Elif : “
Iya.”
Mia : “ Elif kenapa sama rizki anaknya pak kantin ?”
Mia : “ Elif kenapa sama rizki anaknya pak kantin ?”
Elif : “
Bukan anaknya pak kantin tapi rizki anak 7-E” (sambil pergi meninggalkan kita)
Fahrina :
“Dia lagi falling in love”
Mia : “Oo..”
Mia : “Oo..”
Seperti
persahabatan pada umumnya diawal pasti semua berjalan mulus-mulus saja namun
mendekati pertengahan mulai muncul berbagai masalah, barang siapa bisa
menghadapi masalah itu maka dia bisa melanjutkannya hingga akhir jika dia tidak
bisa menghadapi masalah itu maka dia harus berhenti dan gugur dititik itu. Dan sialnya
teori itu juga terjadi dipersahabatan kita diawal semua berjalan mulus kita
saling berbagi cerita suka maupun duka, kita sering main bersama, pulang
bersama hingga satu les-lesan yang sama pula namun anehnya itu semua tidak
membuat kami bosan. Hingga akhirnya sebuah masalah kecil muncul.
Elif : “
IME...”
Yusi : “
Haduh ngapain teriak-teriak sih ?”
Mia : “ Ime tadi
mau ke toko buku bentar entar baru ke sini.”
Dinda :
“Sama siapa dia kesana ? tapi entar dia kesini kan ?”
Yusi : “Tadi
sih bilangnya mau ke toko buku sebentar sama Siwi anak 7-A, ntar habis itu dia
langsung ke rumahmu kok din.”
Tidak
beberapa lama kemudian saat mereka asyik bercandadan tertawa aku datang dan
langsung menuju kedalam.
Fahrina : “Assalammualaikum.”
Fahrina : “Assalammualaikum.”
All :
“Waalaikumsalam.”
Fahrina :
“Lagi ngomongin apa neeh koq kayaknya seru banget sampai ketawanya
kedengeran
dari luar.”
Elif : “Kamu
sahabt apaan seh ? Udah tau aku suka sama dia masih aja kamu ganjen ke dia.
Ngertiin perasaanku dikit kenapa !
kalau emang kamu suka sama dia kenapa kamu gak bilang dari awal, jadi aku bisa
njauhin dia.”
Fahrina :
“Akuu.. gak ada apa-apa sama dia. Kita cuma temen.
Elif :
“Temen tapi pegangan tangan ? Gitu kamu bilang temen ??”
Fahrina :
“Bukan.. bukan gitu..”
Elif : “Aku
pikir kamu yang paling dewasa disini ternyata kamu paling kekanak-kanakan
diantara
kami. Aku benci kamu rin.” (Pergi keluar meninggalkan kami semua)
Fahrina : “Aku
mau ngikutin Elif dulu. Maaf kalau kedatanganku bikin suasana gak enak.”
Dinda : “Ada
apa sih mereka ?”
Mia :
“Kemarin itu Elif curhat ke Ime terus aku ikutan.”
Yusi :
“Curhat apaan ?”
Dinda :
“Tumben peduli ?”
Mia : “Udah
ah. Gini kemarin Elif curhat ke Ime kalau dia suka sama rizki anaknya pak
kantin, eh
bukan bukan rizki anak 7-E.
Yusi :
“Teruus ?”
Mia : “Udah
itu aja.”
Dinda :
“Kalau dari percakapan mereka tadi kayaknya si rina ada something gitu sama
rizki.
Bantuin mereka yuuk.”
Yusi :
“Giamana caranaya ?”
Dinda :
“Gini aja ......”
......................................................................................................................................................
Fahrina : “Elif.”
Elif :
“Ngapain kamu ngikutin aku ? Mau bikin aku sakit hati lagi”
Fahrina :
“Ngaklif aku mau njelasin kekamu yang sebenarnya.”
Elif : “Ngak
ada yang perlu dijelasin.”
Fahrina :
“Aku sama rizki itu gak ada apa-apa”
Elif : “Ngak
ada apa-apa tapi pegangan tangan. Nagk usah bohong aku lihat fotonya kemarin
di facebook
”
Fahrina :
“Oke. Aku memang pegangan tangan sama rizki. Tapi itu udah biasa buat aku sama
Rizki.
Sumpah kita gak ada apa-apa kok.”
Elif : “Iya
biasa dikamu tappi sakit diaku”
Fahrina :
“Oke oke aku ngaku salah. Aku pegangan tangan sama rizki padahal kamu udah
cerita ke aku kalau kamu suka sama
dia. Oke aku salah dan sekarang aku mau minta maaf ke kamu.”
Elif : “Ya
udahlah serah.” (sambil pergi berlalu)
Sudah hampir
dua minggu Elif selalu menjaga jarak dari aku, aku bingung harus bagaimaana,
aku merasa aku tidak salah karena aku sudah biasa pegangan tangan sama
temen-temen cowok Sd ku. Namun akupun mengalah untuk mengaku bahwa aku salah
dan meminta maaf sama dia, karena bila tidak begitu tidak akan ada diantara aku
dan Elif yang akan mau minta maaf karena kami sama-sama anak yang keras. Aku
juga sudah bicara pada Rizki tentang apa yang terjadi antara aku dan Elif, aku berrharap
Rizki mau membantu aku untuk menjelaskan pada Elif tentang yang sebenarnya. Selain
masalah dengan elif aku juga memiliki masalah sendiri aku mendapat berita dari
orang tuaku bahwa aku harus pindah ke Malang. Aku diberi pilihan untuk tetap
tinggal di Pare, Kediri bersama ayahku atau pindah ke Malang bersama ibu dan
adikku. Namun entah karena apa aku lebih memilih untuk ikut dengan ibu dan
adikku ke Malang. Aku merasa mungkin aku sudah tidak pantas buat mereka, aku
bukanlah sahabat yang baik, jadi aku lebih memilih untuk pindah ke Malang.
Ujian akhir
semester sudah selesai hari ini adalah hari pelepasan kelas 3. Semua murid
berpartisipasi di acara ini termasuk aku dan keempat sahabatku. Aku merasa saat
ini adalah saat yang tepat untuk mengatakan pada mereka bahwa aku akan pindah
dari sekolah ini dan dari sini.
Fahrina : “
Guys..”
Mia, Dinda,
Yusi : (mendengarkan dengan seksama)
Fahrina : “
Aku mau ke Malang.”
Mia : “ Oh
ya, kapan mau kesana sama siapa ? jangan lupa oleh-olehnya ya.”
Fahrina :
“Liburan ini aku mau kesana sama ibu dan adikku dan ungkin aku gak pulang lagi
kesini.”
Yusi:
“Maksudnya ?”
Fahrina :
“Oke, gini aku mau pindah dari sini, aku mau pindah ke Malang, surat pindah
dari
sini juga sudah diurus dan aku juga
sudah dapat sekolah disana, aku bakalan tinggal dirumah nenekku sama ibu dan
adikku. Ayahku masih disini dirumahku yang sekarang.”
Dinda : “
Ime ..” (sambil memelukku)
Yusi :
“Kenapa gak pernah cerita sebelumnya ?”
Fahrina :
“Maaf kalau aku gak pernah cerita, maaf banget, aku Cuma gak pengen kalian jadi
berubah sama aku jika aku cerita
sebelumnya. Kalau seperti ini kalian gak akan berubah sama aku. Aku harap
kalian bisa nrima keputusanku ini, dan maaf kalau aku bilangnya ndadak.”
Mia : “Lho
kok pindah ? apanya yang pindah Malang pindah kemana emangnya ?”
Fahrina : “Malangnya pindah ke rumahmu mi.”
......................................................................................................................................................
Rizki :
“Elif”
Elif : “Iya,
ada apa ki ?”
Rizki :
“Bener kamu bertengkar sama Rina ?”
Elif :
“Kenapa emangnya ?”
Rizki :
“Sudahlah gak usah seperti itu, kalian itu sahabat gak baik kalau bertengkar
terus.”
Elif : “Tapi
di yang mulai kok.”
Rizki : “Dia
sudah minta maaf belum ?”
Elif : “Udah
sih.”
Rizki : “Ya
udah mau apa lagi dia sudah minta maaf ke kamu kenapa masih aja musuhan ?”
Elif : “Tapi
..”
Rizki : “Aku
tanya, kalau kamu punya sahabat cowok, kamu sudah deket sekali sama dia
terus
sahabatmu itu ngandeng kamu, kamu mau enggak ? Trus perasaanmu gimana?”
Elif : “Ya
biasa aja, kan dia sahabatku.”
Rizki : “Yaa
begitulah aku sma Rina, kita walaupun pegangan tangan kita gak ada apa-apa,
kita udah deket banget dari kecil
malahan, memang awlnya kita kayak kucing sama tikus tapi setelah itu kita malah
deket, dan pegangan tangan itu sudah biasa bagi aku dan Rina, mungkin bagi yang
lain juga.”
Elif : “Gitu
ya ?”
Rizki :
“Iya. Sekarang kamu tau kalau Rina mau pindah sekolah ke Malang ?”
Elif : “Haa
malang ? kok dia gak pernah cerita ?”
Rizki :
“Gimana mau cerita, lha kamunya selalu ngejauhin dia. Ngapain masih bengong
disini?
Kalau masih pingin ketemu Rina ya udah sana samperin dia. ”
Elif : “Oh
yaa..Makasih yaa.”
Disaat acara
sudah selesai aku berencana untuk mengajak mereka keluar bersama namun banyak
diantara mereka yang tidak bisa sehingga tidak jadi keluar. Saat aku dan 3
sahabatku akan pulang Elif datang menghampiri kami dia datang padaku dan
memelukku.
Elif :
“Maafin aku ya Rin, aku sudah bisa menerima semuanya setelah diberi tau Rizki.”
Fahrina :
“Iya aku sudah maafin kamu, aku juga minta maaf ya.”
Elif :
“Iya.”
Hari ini aku akan berangkat ke
Malang, sebelum aku berangkat ke-4 sahabatku tersayang datang ke rumah ntuk
melepas kepergianku. Setelah berpamitan pada tetangga sebelah rumah aku menuju
ke arah temen-temanku dan mengucapkan salam perpisahan pada mereka dengan
memeluk mereka satu-satu. Setelah itu dengan segenap hati akupun meninggalkan
teman-temanku dan sejuta kenangan bersama mereka.
Epilog
Setelah perpisahan yang mengharukan
itu aku dan teman-teman tetap saling menjaga komunikasi melalui handphone atau
akun jejaring sosial. Kami saling berbagi cerita dan tetap saling membantu dan
yang pasti kami tetaplah 5 sekawan yang akan selalu bersama walaupun kami
terpisahkan oleh jarak.